-->

Pangeran Trunojoy Madura, Pernah Menaklukan Mataram

Pangeran Trunojoyo merupakan tokoh populer di Madura dan sebagian daerah di Jawa Timur.

Maduracity.com - Pangeran Trunojoyo merupakan tokoh populer di Madura dan sebagian daerah di Jawa Timur. Namanya melegenda setelah keberaniannya melakukan pemberontakan terhadap Kesultanan Mataram yang bersekutu dengan VOC Belanda.

Sejarah Pangeran Trunojoyo MAdura Secara Singkat 

Pangeran Trunojoy Madura
Pangeran Trunojoy Madura

Trunojoyo adalah cucu penguasa Madura bernama Raden Prasena atau Cakraningrat I. Ayahnya adalah Raden Demang Melayakusuma, putra Cakraningrat dari istri selir. Sedangkan Cakraningrat I merupakan menantu Sultan Agung, Raja Mataram.

Dari silsilah tersebut, bisa dikatakan, Trunojoyo adalah seorang bangsawan dan masih cicit Sultan Agung Raja Mataram yang termasyhur itu. Namun demikian, Trunojoyo menaruh dendam dengan pemerintahan Mataram di bawah kekuasaan Amangkurat I.

M.C Ricklef (2008) dalam 'Sejarah Indonesia Modern' mengatakan, ada banyak alasan Trunojoyo begitu dendam dengan pemerintahan Amangkurat I. Trunojoyo juga menilai kekuasaan Mataram di Madura dan beberapa daerah di Jawa Timur adalah sebuah penjajahan.

"Dia mempunyai cukup banyak alasan untuk membenci Amangkurat I. Ayahnya dibunuh di istana pada tahun 1656 dan jiwanya sendiri terancam oleh suatu persekongkolan istana," tulis Ricklef.

Karena itu, lanjut Ricklef, Trunojoyo kemudian melarikan diri ke daerah Kajoran. Dalam pelariannya itu, Trunojoyo kemudian menikahi salah satu puteri Raden Kajoran yang masih keturunan Sunan Sembayat.

Tahun 1670, mertuanya Raden Kajoran kemudian mempertemukannya dengan putra mahkota Kesultanan Mataram Raden Mas Rahmat. Dalam pertemuan itu, putra mahkota menawari Trunojoyo bersekongkol untuk memberontak terhadap Amangkurat I, ayahnya sendiri karena konflik pribadi.

Tawaran itu tentu saja diterima oleh Trunojoyo yang memang antipati dengan pemerintahan Amangkurat I selama ini. Jika pemberontakan berhasil, disepakati Raden Rahmat akan naik menjadi susuhanan (raja) dan Trunojoyo akan diberi kekuasaan di Jawa Timur.

"Dan apabila raja (Amangkurat I) dapat dikalahkan maka putra mahkotalah yang akan menjadi susunahan baru. Trunojoyo akan mendapat kekuasaan atas Madura dan agaknya sebagian Jawa Timur dan mungkin pula akan menjadi patih untuk seluruh kerajaan," terang Ricklef seperti dikutip detikjatim, Kamis (24/2/2022).

Usai kesepakatan persekongkolan itu, Trunojoyo kemudian berangkat ke Madura. Di sana, ia kemudian menyusun kekuatan untuk memberontak. Sebagai permulaan, pada tahun 1671 Trunojoyo telah menghimpun laskar dan menguasai seluruh Madura.

Pemberontakan kemudian benar-benar berkobar di Jawa pada tahun 1675. Kaum pemberontak di bawah Trunojoyo yang terdiri dari laskar Madura dan Makassar masuk Jawa dan selanjutnya menguasai Surabaya.

Pasukan pemberontak juga menguasai dan membakar sejumlah pelabuhan penting lainnya di Jawa hingga ke Tuban bahkan Cirebon. Keberhasilan pemberontakan itu tak lepas dari dukungan sejumlah penguasa daerah setempat khususnya dari Surabaya pada awal-awal masuk ke Jawa.

Meskipun demikian, ada pula penguasa daerah yang masih mengikrarkan kesetiaan kepada Kesultanan Mataram saat itu. Akibatnya sikap para penguasa daerah menjadi terpecah antara tetap setia kepada Mataram atau mendukung pemberontakan Trunojoyo.

Pemberontakan Trunojoyo kian lama semakin masif. Tak hanya di wilayah pesisir Jawa Timur, tapi juga sudah mulai memasuki pesisir barat dan pedalaman. Sehingga pada tahun 1676, Trunojoyo memproklamasikan diri dengan gelar Panembahan Maduretna Panatagama.

Setahun kemudian, pemberontakan mencapai puncaknya. Istana plered diserang dan dikuasai pasukan Trunojoyo. Amangkurat I harus meninggalkan istana dan lari menyelamatkan diri ke arah barat laut bersama putra mahkota.

Dalam pelarian itu, Amangkurat I jatuh sakit dan kemudian mangkat pada tanggal 13 Juli 1677. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Tegalwangi atau Tegalarum (selatan Tegal). Putra mahkota yang awalnya bersekongkol dengan Trunojoyo lalu risau dengan pemberontakan tersebut.

Selama masa pelariannya itu, Raden Mas Rahmat kemudian naik tahta dan bergelar Amangkurat II menggantikan tahta ayahnya. Untuk menumpas pemberontakan Trunojoyo yang sudah tak terkendali, Amangkurat II kemudian meminta bantuan VOC Belanda.