-->

Nama Khas Orang Madura "MAD" Kedepan Tidak Akan Ada Lagi

Ke depan tak akan ada lagi nama orang ”Moh.”, ”Muh.”, ”Abd.”, dan ”Ach.”. Bahkan, mungkin orang Madura tak ada punya nama ”Mad” atau ”Mat” dan ”M.” di

Ke depan tak akan ada lagi nama orang ”Moh.”, ”Muh.”, ”Abd.”, dan ”Ach.”. Bahkan, mungkin orang Madura tak ada punya nama ”Mad” atau ”Mat” dan ”M.” di dokumen kependudukan.

PEMERINTAH telah mengatur pencatatan nama pada dokumen kependudukan sejak 21 April 2022. Sejak tanggal itu Permendagri 73/2022 diundangkan. Jadi kita tidak bisa sembarangan membuat nama. Ada beberapa rambu yang harus dipatuhi jika namanya mau dicatat dalam dokumen kependudukan. Harus sesuai prinsip, syarat, dan tata cara yang telah diatur itu.

Pencatatan nama pada dokumen kependudukan sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan ketentuan perundang-undangan (pasal 2). Yang dimaksud dokumen kependudukan meliputi biodata penduduk, kartu keluarga, kartu identitas anak, kartu tanda penduduk elektronik, surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil (pasal 3).

Pencatatan nama harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir; paling banyak 60 huruf termasuk spasi; serta paling sedikit dua kata (pasal 4 ayat 1). Jadi tidak boleh bikin nama hanya satu kata. Seperti hanya ”Asrif”, ”Sujai”, ”Maryam”, Ma’ruf, dan sejenisnya. Lalu, apakah pada lembar jawaban soal ujian atau daftar isian lain juga disediakan ruang sebanyak 60 karakter untuk penulisan nama agar tidak ada yang disingkat? Siapa tahu itu ada nama peserta didik yang mencapai batas maksimal 60 huruf. Eh, tapi itu tidak termasuk dokumen kependudukan.

Nama Khas Orang Madura "MAD" Kedepan Tidak Akan Ada Lagi
Nama Khas Orang Madura "MAD" Kedepan Tidak Akan Ada Lagi

Selain itu, yang menarik dari peraturan ini adalah pasal 5. Ayat satu mengatur tata cara pencatatan nama menggunakan huruf latin sesuai kaidah bahasa Indonesia. Nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan apabila satu kesatuan dengan nama. Lalu, gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan yang penulisannya dapat disingkat.

Selanjutnya, pasal 5 ayat 3 mengatur larangan pencatatan nama dengan cara disingkat, kecuali tidak diartikan lain. Jadi, ”abd.” harus ditulis ”abdul”, ”moh.” harus ditulis ”mohammad”, ”muh.” harus ditulis ”muhammad”. Jadi, ke depan tak akan ada lagi ”Moh. Subhan”, ”Abd. Aziz”, ”Ach. Redy” dan nama lain yang disingkat. Tapi, ditulis ”Mohammad Subhan”, ”Abdul Aziz”, ”Achmad Redy”.

Nah, di Madura ada kebiasaan penulisan nama yang perlu diluruskan. Tidak sedikit kata depan nama orang Madura ”Mad” atau ”Mat” baik dipisah dengan nama berikutnya maupun disambung. Seperti Mat Tinggal, Mattasan, Mat Rokib, Mattali. Patut diduga itu ”Ahmad/Muhammad Tinggal”, ”Ahmad/Muhammad Hasan”, ”Ahmad/Muhammad Rakib”, ”Ahmad/Muhammad Ali”, dan lain sejenisnya. Atau, ada  yang diawali ”Mu” atau ”Mo” yang saya curigai dari kata ”Muhammad/Mohammad”. Seperti ”Murahmad”, ”Moali”, ”Mukarib”, dan sebagainya. Bisa jadi itu ”Muh. Rahmad”, ”Moh. Ali, ”Muh. Karib”. Atau ”Dulgani”, ”Dullah”, ”Durahman”, dan ”Durahem”. Mungkin ”Abdul Ghani”, ”Abdullah”, ”Abdurrahman”, dan ”Abdurrahim”.

Baca juga : Program Madrasah Aliyah Unggulan Pondok Pesantren Asshomadiyah

Semua itu terjadi karena literasi baca tulis kita perlu ditingkatkan. Para pencatat nama kadang tidak mau mikir untuk mencari tahu nama yang sebenarnya. Seperti pada contoh nama-nama di atas yang ditulis ”apa adanya” menurut informasi yang dia dengar. Misal ”Moali” atau ”Mattali” yang mungkin sebenarnya ”Moh. Ali” dan ”Muhammad/Ahmad Ali”.

Celakanya, kesalahan penulisan itu dulu sering terjadi di dunia pendidikan. Pangkal kesalahan itu terjadi pada saat pendaftaran. Nama siswa atau orang tua kadang ditulis berdasar nama lisan atau panggilan karena tidak melampirkan dokumen kependudukan.

Selain itu, yang dilarang dalam pencatatan nama adalah menggunakan angka dan tanda baca. Mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil juga dilarang.

Permendagri 73/2022 juga mengamanatkan disdukcapil, UPT disdukcapil, perwakilan RI melakukan pembinaan mengenai prinsip, persyaratan, dan tata cara pencatatan nama penduduk. Jadi, disdukcapil harus mengintensifkan peraturan ini. Selain minta nama kepada kiai, kita juga harus benar-benar memperhatikan cara penulisannya. Bila ternyata tidak sesuai dengan regulasi ini, disdukcapil, UPT disdukcapil, perwakilan RI tidak mencatat dan menerbitkan dokumen kependudukan. Jika mereka tetap melanggar, maka sanksi teguran tertulis menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil menanti.

Sudah siapkah disdukcapil? Apa perlu bagian khusus yang mempelajari nama penduduk yang diajukan agar memenuhi pasal 4 ayat 2 ”mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir”?

Pemerintah tingkat bawah yang bersentuhan dengan masyarakat juga harus paham penulisan nama yang dilafalkan lidah orang Madura. Seperti ”Maryam” yang sering ditulis ”Maryem”, ”Suhadiya” ditulis ”Suhadiye”, ”Marwiya” ditulis ”Marwiye”, dan sejenisnya.

Permendagri 73/2022 ini mengakhiri pencatatan nama ”Mad” orang Madura. Kecuali jika ”Mad” itu punya makna tersendiri, bukan singkatan kata ”Ahmad” atau ”Muhammad”. Tapi, ”madrasah” tidak termasuk bagian pembahasan ini.  (*)

Sumber : Radarmadura.com